Connect with us

Sekolah

Warrior FCTC Banda Aceh Prihatin Jumlah Pelajar SD Merokok Terus Meningkat

Published

on

photo credit: Warrior FCTC Raudhatul Jannah Mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala, Aceh memberikan penyuluhan kepada siswa siswi sekolah dasar, mengenai bahaya rokok/dok. istimewa

EDUPUBLIK.COM, BANDA ACEH – Komunitas Anak Muda di Banda Aceh menyatakan keprihatinannya terkait tingginya prevalensi perokok anak di kota tersebut.

Di Aceh, usia mulai merokok semakin muda. Anak-anak usia 10-14 tahun sudah mencapai 10%. Sangat menyedihkan karena mereka masih pelajar Sekolah Dasar (SD).

“Karena jumlah pelajar SD yang merokok terus meningkat, Kami fokus mengedukasi adik-adik di SD,” ujar Raudhatul Jannah, Warrior FCTC Kota Banda Aceh, dalam Keterangannya, Sabtu (24/3/2018). (Warrior FCTC adalah sebutan dari Relawan Komunitas Young Generation of Tobacco Control (YGTC)).

Raudhatul yang juga Mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala ini, mengatakan, mengutip data Riset Kesehatan Dasar Kemenkes RI 2010, perokok aktif di Provinsi Aceh mencapai 37,1 persen, berada di atas rata-rata nasional yang hanya 34,7 persen.

Dia mengungkapkan, rata-rata mereka mengisap 10 hingga 30 batang rokok per hari.

Oleh sebab itu, lanjutnya, komunitas ini aktif mengampanyekan bahaya merokok kepada pelajar Sekolah Dasar.

Edukasi pertama, tuturnya, dilakukan di lapangan sekolah SDN 12 dengan peserta pelajar kelas 5 dan 6.

“Sangat sedih karena dalam edukasi tersebut kami mendengar sendiri sebagian mereka sudah merokok. Awalnya mereka bilang karena ingin coba-coba,” kata Raudha begitu panggilan akrabnya.

Dia mengatakan, faktor tersebut didorong mudahnya mereka membeli rokok karena harga rokok perbatang sangat murah dan banyak dijual di warung dekat sekolah.

Raudha yang bergiat di organisasi Duta Peduli Rimba Aceh ini mengakui harga rokok perbatang sangat murah, bahkan lebih murah dari harga permen, minuman kemasan, atau jajanan anak lainnya.

“Ada rokok yang dijual Rp 1.000 perbatang, sedangkan harga snack atau minuman dingin di warung dekat sekolah Rp 3.000 hingga Rp 5.000,” katanya.

Ini yang membuat, kata dia, anak-anak tergiur untuk mencoba merokok dan akhirnya membeli rokok.

“Apalagi mereka mengakui pemilik warung tidak menolak menjual rokok kepada anak,” ujar pemenang putri Duta Rimba 2015 ini, menandaskan. [ik]

Klik untuk komentar

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Sekolah

Kisah Siswa SDN 05 Bintaro Ke Sekolah Pakai Piyama dan Sandal

Published

on

ILUSTRASI/facebook siswa banjir

EDUPUBLIK – Musibah banjir membuat siswa sekolah kehilangan seragam dan peralatan sekolah sehingga sejumlah siswa tetap berangkat ke sekolah di hari pertama, Senin, menggunakan pakaian ala kadarnya seperti ada yang menggunakan pakaian tidur dan sandal jepit.

Kondisi ini terjadi di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Bintaro 05 Pagi yang terletak di komplek IKPN Bintaro, Jakarta Selatan.

“Karena situasi dan kondisi yang tidak memungkinkan, ini masih dalam suasana musibah banjir para siswa hadir seadanya mereka datang membawa diri, tidak bawa tas dan peralatan sekolah, juga tidak pakai seragam sekolah apalagi sepatu, banyak yang pakai sandal,” kata Wakil Kepala Sekolah bidang Kurikulum dan Kesiswaan SDN Bintaro 05 Pagi, Muh Subagyo kepada awak media saat dihubungi di Jakarta, Senin (6/1).

Subagyo menyebutkan sekitar 70 persen dari 378 jumlah siswa SDN Bintaro 05 Pagi adalah korban banjir yang menerjang komplek IKPN Bintaro akibat jebolnya tanggul kali Pesanggrahan setelah diguyur hujan sejak tanggal 31 Desember 2019 hingga 1 Januari 2020.

Meski demikian, sebanyak 90 persen siswa SDN Bintaro 05 Pagi tetap hadir di hari pertama masuk sekolah walau dengan pakaian seadanya.

Para siswa datang tepat waktu mulai pukul 06.30 WIB, mayoritas siswa datang membawa diri, tidak membawa tas dan peralatan sekolah, tidak menggunakan seragam dan sepatu sekolah.

“Siswa hadir hanya membawa diri, tidak bawa apa-apa, tidak bawa tas, apalagi buku, semua peralatan sekolah tidak dibawa, karena memang semua perlengkapan dan peralatan sekolah mereka habis tersapu banjir,” kata Subagyo.

Annisa (9) siswa kelas III B SDN Bintaro 5 Pagi datang ke sekolah menggunakan sandal warna pink dan baju tidur.

Saat ditanya oleh Subagyo alasan Annisa ke sekolah tidak pakai seragam sekolah karena semua peralatan sekolahnya tersapu banjir.

“Karena rumahnya kena banjir, bajunya habis hanyut, buku dan sepatu juga enggak punya,” ujar Annisa dengan malu-malu.

Annisan pun berangkat ke sekolah menggunakan baju tidur yang diterimanya dari bantuan untuk korban banjir di pengungsian.
Hari pertama pihak sekolah belum mengaktifkan kegiatan belajar mengajar, para siswa hanya melakukan apel pagi dan diajak ngobrol-ngobrol untuk diberi penguatan usai banjir.

Pada guru juga menghibur siswa agar tidak khawatir dengan seragam dan sepatu sekolah, termasuk tas juga buku-buku.

“Kita sampaikan kepada mereka harus tetap semangat dan ceria, karena semua peralatan mereka akan diganti, seragam, buku, tas dan sepatu,” kata Subagyo.

Kegiatan sekolah juga diisi dengan mengukur pakaian dan ukuran sepatu para siswa yang hadir, untuk selanjutnya data tersebut dikirim ke Dinas Pendidikan DKI Jakarta untuk penggantian.

“Arahannya begitu akan ada bantuan dari pemerintah untuk seragam, sepatu dan buku-buku bagi siswa korban banjir,” kata Subagyo. [ria/ant]

Continue Reading

Sekolah

Ini Persiapan Di Hari Pertama Menjelang Anak Masuk Sekolah

Published

on

foto milik: @rifaialwan/via: twitter

EDUPUBLIK – Kesan seorang anak pada hari pertama sekolah akan memengaruhi pembelajarannya ke depan. Untuk itu, sangat penting melakukan persiapan fisik dan mental sebelum anak masuk sekolah.

“Hari pertama ke sekolah akan menentukan arah pembelajarannya setahun ke depan. Kalau anak punya kesan positif, dia akan lebih semangat ke sekolah di hari berikutnya,” ujar dr. Andyda Meliala, seperti dilansir Antara, Kamis (04/07/2019).

Dia menganjurkan orangtua agar mengajak anaknya berbicara tentang sekolah, menyiapkan fisik dan mental, serta lebih banyak memberikan informasi tentang sekolah kepada anak menjelang hari pertama masuk sekolah.

Menurut Andyda, perkenalan tentang sekolah itu bisa dengan mengajaknya langsung ke sekolah sambil memperhatikan reaksinya.

“Kalau dia enggak nyaman, tarik dulu (dari lingkungan sekolah dan perlahan buat dia merasa nyaman),” imbuh Andyda.

Dia pun mengingatkan agar orangtua memperhatikan kebutuhan nutrisi dan tidur anaknya, yaitu 10 sampai 13 jam per hari. Hal itu cukup penting supaya mereka tidak rewel atau bahkan malas ke sekolah.

Nutrisi Seimbang

Terkait dengan asupan nutrisi, dokter spesialis gizi klinik Nurul Ratna Mutu Manikam menuturkan, nutrisi seimbang merupakan dasar dari kesiapan anak usia dini dari segi fisik untuk menerima stimulasi dan pendidikan di sekolah.

“Anak perlu dibiasakan mengonsumsi nutrisi seimbang yang terdiri dari berbagai zat makronutrien dan mikronutrien yang penting bagi metabolisme mereka sedini mungkin,” kata Nurul.

Sejumlah komponen nutrisi penting yang dibutuhkan misalnya karbohidrat, serta, protein, zat besi, lemak, dan Omega 3 (EPA+DHA) yang bermanfaat bagi perkembangan otak.

“Pilih karbohidrat kompleks ketimbang sederhana agar mereka merasa kenyang. Jangan lupakan serat (22 gram per hari), protein, lemak, asam omega 3 dan 6, serta zat besi 9 miligram per hari sebagai mikronutrien,” ungkapnya.

Di samping itu, anak usia dini memerlukan cairan 1.200 ml per hari karena mereka masih dalam masa yang suka bermain dan sangat aktif bergerak, demikian seperti dikutip kompas.com. [kc]

sumber: kompas.com

Continue Reading

Sekolah

Reformasi Sekolah Mulai dari TK sampai SMA dengan Sistem Zonasi, Ini Penjelasan Mendikbud

Published

on

Mendikbud Muhadjir Effendy
EDUPUBLIK.COM, JAKARTA – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy mengatakan sistem zonasi merupakan penataan reformasi sekolah mulai dari TK sampai SMA.

“Sistem zonasi merupakan landasan pokok penataan reformasi sekolah secara keseluruhan mulai dari Taman Kanak-kanak (TK) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA),” ujar Muhadjir Effendy, di Jakarta, Rabu (23/5/2018).

Melalui sistem zonasi tersebut, lanjutnya, bisa diperkirakan berapa lulusan untuk masing-masing jenjang pendidikan. Dia memberi contoh misalnya untuk jenjang SMP di daerah itu yang lulus sebanyak 300 siswa, namun yang masuk ke SMA itu hanya 200 siswa.

“Nah, sekolah bisa mencari kemana 100 siswa lainnya. Jadi nanti sekolah memiliki inisiatif untuk mencari siswa yang tidak sekolah, sehingga wajib belajar 12 tahun bisa dimanfaatkan,” kata Dia.

Dia mengatakan, dengan adanya sistem zonasi tersebut, afirmasi yang diberikan adalah dari sekolah maju membina sekolah yang belum maju. Dengan sistem itu pula, ke depan tidak ada lagi sekolah favorit.

Untuk sekolah swasta, kata Dia, juga didorong untuk memiliki kualitas yang lebih bagus dari sekolah negeri. Sehingga jika masyarakat tidak puas dengan pelayanan di sekolah negeri, bisa mencari alternatif di sekolah swasta.

“Misalnya di sekolah publik, pelajaran agamanya kurang maka masyarakat bisa menyekolahkan anaknya di sekolah swasta yang berbasiskan agama. Begitu juga jika anaknya berbakat seni, masyarakat bisa menyekolahkan anak ke sekolah swasta yang bagus pelajaran seninya,” katanya.

Dalam kesempatan itu, dia juga menjelaskan bahwa soal-soal berbasiskan “High Order Thinking Skills” (HOTS) merupakan suatu keharusan agar siswa mempunyai keterampilan abad 21.

“Keterampilan abad 21 tersebut yakni komunikasi, kolaborasi, kemampuan berpikir kritis dan menyelesaikan masalah, serta kreatif dan inovasi,” tandasnya. [ant]

Continue Reading

Terpopuler