EDUPUBLIK.COM, Bandung Barat – Acara temu stakeholder akuakultur nasional Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI) berlangsung di PT. Gani Arta Dwitunggal, pada hari selasa (19/12/2017), yang berlokasi di area industri Batujajar Kabupaten Bandung Barat dan merupakan produsen Aquatec.
Acara dimulai pukul 08.00 dan dihadiri oleh Prof. Dr. Rokhmin Dahuri, MS (Ketua Umum MAI) dan beberapa anggota MAI dari beberapa daerah dengan moderator Dr. Agung Sudaryono.
Acara dibuka oleh owner Aquatec, Andi, ia mengatakan bahwa indonesia memiliki segalanya dalam hal akuakultur. Sementara itu acara evaluasi dibuka oleh Prof. Dr. Rokhmin Dahuri, MS selaku ketua MAI.
Di acara ini sebagai pembicara selain Prof. Dr. Rokhmin Dahuri, MS, diantaranya Prof. Dr. Ketut Sugama, Ir. Denny Indradjaja, M.Si (GPMT), Ir.Iwan Sutanto (SCI), Ir. Wajan Susja (ABILINDO), Dr. Azam B. Zaidy (CCI), Ir. Safari Azis (ARLI), Ir. Thomas Darmawan, Dr. Bambang Widigdo.
Prof. Dr. Rokhmin Dahuri, MS dalam pemaparannya menyebutkan bahwa Indonesia memikiki potensi besar dalam bidang kelautan. “Namun potensi tersebut belum terkelola dengan baik,” ujar Rokhmin.
Menurutnya, potensi kelautan di Indonesia merupakan potensi kedua selain pertanian yang mampu mendongkrak kesejahteraan ekonomi di Indonesia. Mantan Menteri Perikanan era Megawati ini menilai bahwa salah satu pemicunya adalah aturan yang dibuat oleh pemerintah tidak diterapkan pada porsi yang tepat.
Prof. Dr. Ketut Sugama mengatakan bahwa masalah pendataan, masih menjadi dosa bagi para pegawai perikanan hingga saat ini. “Data yang disebarkan kepada masyarakat seringkali tidak sesuai dengan kenyataanya,” ungkap Ketut.
Dalam sesi tanya jawab, Husein selaku ketua bidang perikanan dari Gerakan Hejo menjelaskan bahwa kinerja pemerintah masih jauh dari harapan. Sementara Nandang yang saat ini menjadi Ketua HNSI Jawa Barat mengungkapkan keluhannya atas akibat ulah pihak lain yang harus ditanggung oleh nelayan. “Kotoran yang ditimbulkan oleh pengunjung dan industri di wilayah pantai seringkali dianggap sebagai ulah para nelayan,” kata Nandang. “Bahkan kerusakan lingkungan hidup juga seringkali dianggap sebagai akibat dari kelakuan para nelayan,” lanjutnya lagi.
Dan Nandang berharap agar jika digelar lagi acara seperti ini unsur lingkungan hidup dan dinas pariwisata harus diajak agar mereka tahu hingga tidak ada kesalahpahaman seperti sekarang ini.
Sementara itu Iman yang merupakan salah seorang pengusaha jaring apung mengomentari bahwa sebaiknya dalam pertemuan ini tidak hanya berbicara teknis yang berkaitan dengan pengembangan budidaya potensi perikanan dan maritim di Indonesia. “Kita harus lebih memikirkan pelakunya,” ujar Iman.
Iman berpendapat, bagaimana teknis pengembangan budidaya akan berjalan dengan baik jika pelakunya tidak memiliki dana yang cukup atau pendapatan yang bisa mendukung pelaksanaan teknis dari budidaya ikan.
Lanjut Iman “agar pemerintah berani menawarkan produk lokal peralatan budidaya ikan sebagai alternatif lain bagi pelaku budidaya ikan. Selain itu produk lokal bisa menjadi pembanding bagi produk luar,” katanya. [banu]