Connect with us

EduSyiar

Bakomubin Bangkit Gelar Munas ke-2

Published

on

Edupublik.com, Jakarta – Badan Koordinasi Mubaligh Indonesia (Bakomubin) menggelar Musyawarah Nasional (Munas) ke-2 di Hotel Grand Cemara, Jakarta, 16-18 Desember 2016.

Munas bertema “Kebangkitan Mubaligh Indonesia” ini digelar setelah 20 tahun organisasi tersebut tidak aktif.

“Setelah lama tidak aktif, kami bergerak pada tahun 2012, menggagas dan mengunjungi para senior serta pendahulu. Dengan kerja keras Bakomubin bisa hidup dan bisa digerakkan kembali,” kata Ketua Umum Bakomubin, Ali Muchtar Ngabalin, (16/12/2016).

Hadir dalam pembukaan Munas ini, perwakilan Kementerian Pertahanan, Dirjen Renhan Muhammad Syauqi, pendiri Bakomubin KH. Anwar Sanusi, dan ulama sepuh, KH. Ridwan Lubis.

Lebih lanjut, Ali menerangkan, berkat kerja keras selama satu tahun, Bakomubin disambut kembali di seluruh Indonesia. Bakomubin saat ini memiliki pengurus wilayah di 31 Provinsi.

“Datang para perwakilan daerah menunjukkan bahwa organisasi ini eksis dan diperhitungkan,” jelasnya.

Ali menjelaskan bahwa organisasi Bakomubin didirikan oleh tidak banyak orang. Di saat tidak banyak orang bisa berbicara kebangsaan pada saat itu. “Dikumpulkan para mubaligh pada 14 Juni 1996. Sekarang bisa hidup kembali,” terang Ali.

Menurut Ali, pada Munas ke-2 ini. Bakomubin sedang menyiapkan draft usulan regulasi kepada  negara untuk mengurus para penyebar dakwah agama. Bakomubin ingin agar negara memperhatikan para mubaligh di Indonesia. Sehingga, para mubaligh yang memiliki kualitas dapat ditempatkan ditengah masyarakat dengan benar.

Banyak mubaligh lulusan kampus ternama di luar negeri yang tidak bisa tampil di televisi. Sedangkan yang tampil, justru dai-dai yang tidak jelas keilmuannya.

“Kami keberatan ada diskriminasi pandangan, dibanding dengan penceramah yang hanya menghapal satu dua ayat lalu jingkrak-jingkrakan di televisi. Negara harus terlibat mengatur ini,” kata Ali.

Bakomubin juga akan mengusulkan draft regulasi agar negara membuat alokasi dana mengurus para penyebar agama. Sehingga, para mubaligh dapat fokus menyebarkan agama tanpa mengkhawatirkan kebutuhan hidup mereka. Bersikap independen, tidak bergantung pada amplop yang riskan ditunggangi kepentingan tertentu.

“Zaman Rasulullah negara yang membiayai mubaligh, agar para mubaligh tidak pusing memikirkan urusan rumah tangga dan fokus mengurus umat. Karena, kalau umat Islam baik, Republik ini menjadi baik,” ucap Ali.

Untuk menggolkan rencana tersebut, kata Ali, Bakomubin juga akan mengundang para tokoh agamawan dari Kristen, Hindu, dan Budha untuk bersama-sama mendorong negara membiayai semua pendakwah agama, termasuk kalangan non-Islam. “Kita akan undang dan ajak mereka duduk bersama,” cetusnya.

Pada kesempatan itu, Ali juga menegaskan bahwa Bakomubin tidak berafiliasi ke partai politik atau organisasi masyarakat manapun. Bakomubin adalah organisasi yang didirikan oleh para ulama dan tuan guru yang berpikir independen. “Bakomubin merepresentasikan banyak kelompok, seperti dari HMI, al Washliyah, PII, BKPRMI. Tidak Timur, tidak Barat,” tandasnya. [myk]

photo credit: Bakomubin dengan Menag RI/istimewa

photo credit: Bakomubin dengan Menag RI/istimewa

Klik untuk komentar

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

EduSyiar

Habib Syakur: Penyebab Munculnya Kelompok Radikal, karena Mereka Salah Memahami Agama

Di era modern yang serba dimudahkan oleh dunia digital, membuat orang egois akan meraih sesuatu, dan ini berpotensi dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok radikal.

Published

on

photo credit: Habib Syakur Ali Mahdi Alhamid/dok. pribadi

JAKARTA – Insiator Gerakan Nurani Kebangsaan (NK), Habib Syakur Ali Mahdi Alhamid mengingatkan, seluruh eleman masyarakat Indonesia untuk selalu berhati-hati akan munculnya paham-paham radikal di era modern.

Menurut dia, di era modern yang serba dimudahkan oleh dunia digital, membuat orang egois akan meraih sesuatu, dan ini berpotensi dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok radikal.

“Kenapa paham radikal itu ada, karena mereka itu para pelaku radikal dan intoleransi itu lebih memikirkan egoisme dengan pemahaman-pemahaman yang salah,” kata Habib Syakur, kepada wartawan, Selasa, (17/8/21).

Habib Syakur juga menyayangkan munculnya kelompok-kelompok radikal di Indonesia yang kerap menyalahi makna jihad. Padahal, tegas dia, semua masyarakat Indonesia juga berjihad, yaitu berjihad untuk mewujudkan Indonesia yang damai, Indonesia yang tumbuh kembang dalam perekonomian.

“Posisi kita ini sebetulnya harus menyadari kita ini hidup, sama rata, sama rasa, sama tinggi. Jadi kesimpulannya radikalisme terjadi, intoleransi terjadi, karena banyaknya egoisme diri, pribadi-pribadi yang sangat subjektif dalam berbangsa dan bernegara,” tuturnya.

Selain itu, menurut Habib Syakur, jika para pelaku radikal itu benar-benar belajar tentang Pancasila, sebenarnya akan menemukan nilai-nila agama di dalam kandungannya. Dengan syarat, tidak memaksa egoisme dalam pemahaman.

“Pancasila di rumuskan oleh perumusnya, itu mengadopsi dari kita-kitab suci, zabur, taurat, injil dan Alquran. Itu kan mencakup nilai-nilai kemanusiaan, kasih sayang nilai keagamaan dalam berketuhanan yang maha esa. Seharusnya kegiatan-kegiatan agama yang menyimpang yang menjurus ke ekstrimisme dalam beragama itu bisa dihindari dengan kita mewujudkan kesadaran bahwa kita rakyat Indonesia bersatu untuk kebaikan bersama,” tukasnya. [bs]

Continue Reading

EduSyiar

MTQ Jawa Barat: Dai Quran Ayomi Kebutuhan Dunia Global

Published

on

SUBANG – Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Jawa Barat mengatakan, Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) Jawa Barat kiranya terlahir mufassir-mufassir yang mampu menunjukkan pesan-pesan moderasi beragama bagi masyarakat dunia.

“MTQ ini kita harapkan dapat memunculkan ulama mufassir Quran yang kompeten mengawal masyarakat Jawa Barat, khususnya, dalam mempraktikkan moderasi beragama,” ujar Kakanwil Kemenag Jabar DR. H Adib, M.Ag, saat memantau arena Musabaqah Hifzhil Quran (MHQ) 30 Juz dan Tafsir Bahasa Inggris, Subang (10/9).

Adib juga mengingatkan, di Jawa Barat masih ada potensi intoleransi dan radikalisme, tapi ia yakin melalui pendalaman kandungan Quran, para ulama Jawa Barat dapat menjalankan dakwah moderat bagi kemaslahatan umat.

“Penting kita mencetak kader-kader ulama mufassir yang berwawasan global dan tentunya moderat,” pungkasnya.

Dia mengatakan, MTQ Jabar menjadi bernuansa antar bangsa dengan keberadaan cabang tafsir Bahasa Arab dan Bahasa Inggris.

“Di cabang ini, putera-puteri daerah Jabar yang mewakili daerah kab/kota unjuk kebolehan berdakwah menyantuni masyarakat global menyuarakan pesan-pesan Quran dengan Bahasa Arab dan Inggris,” katanya.

Sementara itu, Pengawas Majelis MHQ 30 Juz dan Tafsir Bahasa Inggris H Ahmad Sarbini, yang juga merupakan Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Gunung Djati Bandung ini, mengaku senang mendapat tugas sebagai pengawas pada MTQ ini karena ia dapat menikmati tilawah Quran sekaligus meresapi pesan-pesan wahyu yang diuraikan oleh para kontestan cabang tafsir.

“Saya yakin majelis MTQ ini dapat mencetak kader-kader da’i yang memiliki kedalaman tafsir Quran,” katanya.

“Sejalan dengan obsesi Gubernur Jabar untuk menyemarakkan dakwah digital, yang menurut sementara riset cenderung bersifat instan dan dangkal, saya menyaksikan pada MTQ ini tampil calon-calon da’i berwawasan Quran yang bisa mendukung mutu dakwah digital,” katanya menambahkan.

Dalam kesempatan yang sama, H Dindin Solahudin, salah seorang hakim bidang tafsir Bahasa Inggris, menyebutkan cabang Tafsir Bahasa Inggris menjadi tempat pemerintah Provinsi Jawa Barat menyiapkan kader ulama mufassir yang mampu melakukan kerja dakwah global.

Dia mengatakan, seiring dengan program Pemprov Jabar English for Ulama, para mufassir berbahasa Inggris besutan MTQ ini diyakini mampu mewakili Jabar di pentas dakwah internasional.

“Sebelum menunjukkan kebolehan menafsirkan Quran dengan Bahasa Inggris, para kontestan terlebih dahulu diuji hapalan Qurannya sebanyak 14 juz. Kompetensi tahfizh ini menjamin kekuatan basis wahyu bagi mufassir berbahasa Inggris sebagai calon da’i di pentas dakwah global,” katanya.

Dari cabang Tafsir Bahasa Inggris, kata Dia, semoga Jabar memiliki SDM dakwah yang mampu menyantuni kebutuhan dakwah masyarakat global.

“Semoga MTQ ini melahirkan SDM dakwah yang mampu menyantuni kebutuhan dakwah masyarakat global,” kata Dindin, yang juga merupakan Wakil Dekan di Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Bandung.

Perhelatan Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) ke-36 tingkat Provinsi Jawa Barat, yang dihelat di Subang selama sepekan (3-10 September 2020), telah menjadi ajang dakwah berbasis Quran bagi masyarakat global. MTQ memang telah menjadi wahana dakwah yang lengkap: seni baca, seni tafsir, seni kaligrafi, seni pemahaman, dan seni penulisan kandungan Quran.

Dengan tampilnya 40 orang peserta Cabang MHQ 30 Juz dan 25 orang peserta Cabang Tafsir Bahasa Inggris, MTQ ke-36 tingkat Jawa Barat telah menyiapkan SDM ulama yang sekaligus menjadi da’i potensial dalam kerangka dakwah moderasi beragama di tingkat nasional dan internasional. [hms]

Continue Reading

EduSyiar

Jokowi Berdiskusi dengan Gus Sholah di Ruang Tempat Bertafakur KH. Hasyim Asy’ari

Published

on

Jokowi dan Gus Solah / @paltiwest via - twitter
JOMBANG – Presiden Joko Widodo bertemu dan berdiskusi empat mata dengan Gus Sholah di ruang bersejarah, yaitu di kamar tempat KH Hasyim Asy’ari dahulu bertafakur dan shalat malam di Ndalem Kesepuhan Pesantren Tebuireng,Jombang, Jawa Timur.

Pertemuan itu dilakukan pada kunjungan kerja Presiden Joko Widodo ke Jombang, Jawa Timur, Selasa (18/12/2018).

Pertemuan ini terjadi usai Presiden Joko Widodo meresmikan Museum Islam Indonesia yang ada di Tebuireng, Jombang, Jawa Timur, yang lokasinya berdekatan dengan Pondok Pesantren Tebuireng yang diasuh oleh KH Salahuddin Wahid (Gus Sholah), demikian keterangan yang diterima.

Putra Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng, KH Sholahuddin Wahid (Gus Sholah), Gus Irfan Wahid, mengakui ayahnya merestui relawan yang tergabung dalam Barisan Gus Sholah (Baguss) mendukung pasangan Joko Widodo-KH Ma’ruf Amin pada Pemilihan Presiden 2019.

Namun, ia menegaskan bahwa Gus Sholah tak berpolitik praktis.

“Sebagai pengasuh Ponpes Tebuireng, Gus Sholah tidak dalam posisi berpolitik praktis, tetapi beliau mendorong saya untuk memimpin perjuangan dan merestuinya,” kata Gus Irfan. [ria]

Continue Reading

Terpopuler